Di tengah ledakan kemajuan teknologi digital, sebuah inovasi yang menghebohkan dunia datang dari proyek bernama Worldcoin, yang memperkenalkan metode verifikasi identitas digital berbasis pemindaian bola mata.
Melalui perangkat khusus bernama Orb, pengguna harus memindai iris mata mereka untuk mendapatkan World ID dan imbalan berupa aset kripto Worldcoin.
Aplikasi ini, dikenal sebagai World App, telah menjangkau berbagai negara, termasuk Indonesia, dan menarik perhatian ribuan orang yang tergiur dengan iming-iming “uang gratis” dari teknologi blockchain.
Namun di balik antusiasme tersebut, tersimpan sejumlah potensi bahaya yang harus disikapi dengan serius, khususnya terkait keamanan data biometrik, pengawasan, dan aspek legalitas di Indonesia.
Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa aplikasi ini membuka celah terhadap eksploitasi data pribadi dalam skala global, menjadikan penduduk negara berkembang seperti Indonesia sebagai “kelinci percobaan digital”.
Daftar Isi
- 1 Apa Itu Worldcoin dan Cara Kerjanya?
- 2 Daya Tarik Worldcoin di Indonesia
- 3 Bahaya dan Ancaman dari Aplikasi Scan Mata Worldcoin
- 4 Tanggapan Pemerintah dan Lembaga Terkait
- 5 Perbandingan: Negara Lain pun Waspada
- 6 Solusi dan Langkah Preventif untuk Masyarakat Indonesia
- 7 Kesimpulan: Menolak Jadi Objek Eksperimen Data Global
Apa Itu Worldcoin dan Cara Kerjanya?
Worldcoin adalah proyek kripto yang digagas oleh Sam Altman, CEO OpenAI, dengan tujuan membangun sistem identitas global berbasis teknologi blockchain. Inti dari proyek ini adalah menciptakan World ID, sebuah identitas digital unik yang diklaim tidak dapat dipalsukan, diperoleh dengan cara memindai bola mata melalui alat khusus bernama Orb.
Proses ini dilakukan dengan mengunduh World App, mendaftarkan akun, lalu melakukan scan mata secara langsung ke Orb yang biasanya tersedia di titik-titik mitra resmi Worldcoin. Setelah diverifikasi, pengguna akan menerima token Worldcoin sebagai insentif, yang kemudian bisa ditransaksikan seperti aset kripto lain.
Ide di balik Worldcoin adalah menciptakan sistem Universal Basic Income (UBI) global berbasis blockchain, di mana semua orang di dunia memiliki identitas digital unik dan menerima distribusi token yang adil.
Meskipun terdengar mulia, pelaksanaannya memunculkan kekhawatiran etis dan keamanan, terutama karena melibatkan data biometrik paling sensitif: iris mata manusia.
Daya Tarik Worldcoin di Indonesia
Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan penetrasi digital yang tinggi, menjadi sasaran empuk bagi proyek semacam Worldcoin. Banyak masyarakat, terutama anak muda dan pengguna kripto, tertarik dengan insentif token gratis hanya dengan memindai mata. Beberapa alasan utama mengapa aplikasi ini cepat populer di Indonesia:
-
Minat tinggi terhadap kripto: Banyak orang mencari peluang cuan dari aset digital.
-
Kurangnya pemahaman soal privasi digital: Banyak warga yang belum menyadari pentingnya data biometrik.
-
Minimnya regulasi khusus terhadap teknologi pemindaian biometrik.
-
FOMO (Fear of Missing Out) terhadap tren teknologi global.
Namun di balik euforia ini, pertanyaannya sederhana tapi krusial: apakah masyarakat tahu risiko apa yang mereka hadapi saat menyerahkan data mata mereka ke entitas asing?
Bahaya dan Ancaman dari Aplikasi Scan Mata Worldcoin
1. Penyalahgunaan Data Biometrik
Data iris mata adalah salah satu bentuk biometrik paling unik dan tidak dapat diubah. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah atau diretas, pemilik data tidak bisa “mengganti” iris mereka seperti mengganti password. Bahaya penyalahgunaan data biometrik sangat besar:
-
Pencurian identitas: Data iris bisa digunakan untuk menyamar sebagai seseorang dalam sistem identifikasi digital lain.
-
Pemantauan massal: Data ini bisa dipakai untuk mengembangkan sistem pengawasan global terhadap individu.
-
Komersialisasi data tanpa izin: Data mungkin dijual ke pihak ketiga untuk tujuan iklan, politik, atau eksploitasi lainnya.
2. Legalitas dan Ketidakjelasan Hukum
Di Indonesia, perlindungan data pribadi diatur oleh UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Namun, implementasi teknis dan pengawasan terhadap entitas asing yang menghimpun data biometrik masih minim.
Worldcoin tidak memiliki kantor resmi atau entitas hukum tetap di Indonesia, sehingga pertanggungjawaban atas data pengguna menjadi tidak jelas.
Jika terjadi kebocoran data, masyarakat Indonesia tidak memiliki jalur hukum yang efektif untuk menuntut pertanggungjawaban perusahaan asing yang berada di luar yurisdiksi nasional. Ini menciptakan kesenjangan perlindungan hukum yang sangat membahayakan.
3. Potensi Eksperimen Sosial Global
Beberapa pakar menyebut proyek Worldcoin sebagai eksperimen sosial global yang dibungkus dengan janji UBI dan inklusi digital. Negara berkembang seperti Indonesia berisiko dijadikan bahan uji coba untuk mengumpulkan data biometrik massal, yang nantinya dimanfaatkan untuk proyek besar oleh segelintir elite teknologi.
4. Ketimpangan Informasi dan Persetujuan Semu
Banyak pengguna yang memberikan data iris mereka tanpa benar-benar memahami syarat dan ketentuan (terms & conditions) dari aplikasi World App.
Persetujuan dilakukan karena tergiur imbalan token, bukan karena memahami implikasi jangka panjang. Ini menciptakan “persetujuan semu” yang secara etis tidak sahih. Dalam literatur hak digital, hal ini dikenal sebagai eksploitasi asimetris antara pemilik platform dan pengguna awam.
5. Ancaman terhadap Kedaulatan Digital Nasional
Jika data biometrik warga negara Indonesia dikendalikan oleh perusahaan luar negeri, maka itu sama dengan menyerahkan sebagian kedaulatan digital nasional ke tangan asing. Dalam konteks geopolitik dan ekonomi digital, hal ini sangat berbahaya karena membuka potensi intervensi asing dalam sistem identifikasi dan keuangan negara di masa depan.
Tanggapan Pemerintah dan Lembaga Terkait
Pemerintah Indonesia melalui Kominfo dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan peringatan mengenai potensi bahaya Worldcoin. Pada Agustus 2023, Kominfo bahkan menghentikan sementara aktivitas pemindaian iris mata Worldcoin di Indonesia untuk melakukan investigasi lebih lanjut.
Beberapa pernyataan dari pejabat menyatakan bahwa Worldcoin:
-
Tidak memiliki izin sebagai entitas pengumpul data pribadi di Indonesia.
-
Tidak mematuhi prinsip minimisasi data dalam praktik pengumpulan biometrik.
-
Belum menyampaikan penjelasan yang transparan terkait penggunaan dan penyimpanan data.
Namun, tindakan hukum dan pengawasan yang konkret masih terbatas. Banyak pihak menyerukan agar pemerintah segera memperkuat kebijakan perlindungan data, khususnya data biometrik, agar tidak terjadi gelombang penyerahan data massal tanpa perlindungan hukum yang memadai.
Perbandingan: Negara Lain pun Waspada
Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengkhawatirkan Worldcoin. Beberapa negara lain telah mengambil sikap tegas:
-
Kenya secara resmi melarang pemindaian mata oleh Worldcoin karena masalah privasi.
-
Prancis dan Jerman meluncurkan investigasi terhadap legalitas pengumpulan data biometrik Worldcoin.
-
India dan Brasil menyatakan keprihatinan atas potensi eksploitasi data pribadi oleh perusahaan teknologi asing.
Sikap tegas negara-negara ini menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap Worldcoin bukanlah paranoia, melainkan bentuk kewaspadaan atas praktik teknologi yang bisa melanggar HAM digital.
Solusi dan Langkah Preventif untuk Masyarakat Indonesia
Masyarakat Indonesia harus bersikap waspada dan kritis terhadap aplikasi seperti Worldcoin. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
-
Tidak memberikan data biometrik tanpa urgensi tinggi. Data iris adalah identitas yang sangat sensitif dan tidak bisa diganti.
-
Pahami hak atas data pribadi, terutama sejak diberlakukannya UU PDP.
-
Waspadai skema teknologi berbasis iming-iming insentif. Jika terlalu bagus untuk jadi kenyataan, mungkin memang ada jebakan di baliknya.
-
Edukasi digital harus diperkuat, terutama di kalangan anak muda dan masyarakat pedesaan yang mungkin tergiur imbalan instan.
-
Dorong pemerintah untuk mengawasi dan menindak entitas teknologi global yang melanggar aturan perlindungan data lokal.
Kesimpulan: Menolak Jadi Objek Eksperimen Data Global
Aplikasi scan mata Worldcoin dan World App memang menawarkan janji kemajuan teknologi dan akses ke ekonomi digital global. Namun, di balik semua itu, tersimpan risiko besar terhadap privasi, keamanan, dan kedaulatan digital masyarakat Indonesia. Data iris bukan sekadar informasi biasa—itu adalah identitas yang tidak bisa diganti dan jika bocor, bisa menimbulkan dampak serius seumur hidup.
Dalam menghadapi teknologi canggih, masyarakat Indonesia harus tidak hanya melek digital, tetapi juga melek etika dan hukum privasi. Pemerintah harus hadir secara aktif untuk melindungi warga negara dari eksploitasi data oleh entitas luar.
Jangan sampai Indonesia, yang punya potensi digital luar biasa, justru menjadi ladang eksperimen bagi perusahaan teknologi global yang tidak transparan dan tidak bertanggung jawab.
Original Post By roperzh