Pada bulan Mei 2025, ketegangan antara dua kekuatan militer utama di Asia Selatan, India dan Pakistan, kembali memanas akibat laporan jatuhnya puluhan Pesawat Drone militer milik India yang diklaim telah memasuki wilayah udara Pakistan.
Insiden ini terjadi di tengah meningkatnya patroli militer dan aksi saling tuding antara dua negara bertetangga yang telah lama memiliki konflik berkepanjangan terkait wilayah Kashmir.
Pemerintah Pakistan menyatakan telah menjatuhkan sekitar 77 Pesawat Drone India dalam dua hari, suatu angka yang mengundang perhatian dunia internasional dan mempertanyakan spesifikasi serta tujuan operasional drone tersebut.
Banyak pihak bertanya, apakah drone-drone itu hanya untuk pengintaian atau memiliki kemampuan ofensif yang berbahaya? Untuk memahami potensi ancaman yang dirasakan oleh Pakistan, penting untuk menelusuri lebih dalam mengenai jenis dan spesifikasi teknis dari drone yang digunakan oleh militer India dalam operasi ini.
Daftar Isi
- 1 Jenis-Jenis Pesawat Drone Militer yang Digunakan India
- 2 Pesawat Drone Harop: Senjata Kamikaze di Udara
- 3 IAI Searcher: Mata-Mata di Langit
- 4 Drone Tempur Buatan Dalam Negeri: Rustom dan Netra
- 5 Sistem Pertahanan Udara Pakistan dan Keberhasilan Intersepsi
- 6 Dampak Operasional dan Politik dari Insiden Ini
- 7 Respons Internasional terhadap Ketegangan Teknologi Pesawat Drone
- 8 Masa Depan Penggunaan Drone di Asia Selatan
- 9 Kesimpulan: Teknologi Canggih, Tantangan Baru
Jenis-Jenis Pesawat Drone Militer yang Digunakan India
India, sebagai negara dengan anggaran militer terbesar keempat di dunia, telah secara aktif memperluas kemampuan sistem udara tak berawak (UAV). Militer India saat ini mengoperasikan berbagai jenis Pesawat Drone , mulai dari drone pengintai hingga drone kamikaze yang memiliki fungsi menyerang target secara langsung.
Dalam insiden di wilayah perbatasan dengan Pakistan, dua jenis drone utama diduga terlibat: Harop (buatan Israel) dan IAI Searcher, juga produksi Israel Aerospace Industries.
Selain itu, India juga memiliki drone domestik seperti Rustom dan Netra, yang walaupun lebih banyak digunakan untuk keperluan pengintaian, tidak dapat diabaikan kemampuannya dalam dukungan operasional militer.
Pesawat Drone Harop: Senjata Kamikaze di Udara
Harop adalah jenis loitering munition atau Pesawat Drone kamikaze yang dikembangkan oleh Israel Aerospace Industries (IAI). Drone ini tidak seperti UAV biasa yang kembali ke pangkalan setelah misi selesai, melainkan dirancang untuk menghancurkan dirinya dengan menabrakkan diri ke target yang telah ditentukan.
Harop memiliki panjang sekitar 2,5 meter dengan rentang sayap 3 meter. Ia mampu membawa hulu ledak seberat 23 kg dan memiliki kecepatan jelajah antara 185 km/jam hingga 250 km/jam.
Salah satu keunggulan utama Harop adalah kemampuannya untuk mengudara dalam mode “loitering” selama beberapa jam, mencari target yang aktif secara elektronik, seperti radar atau komunikasi militer, sebelum menjatuhkan diri ke sasaran.
Dalam konteks insiden yang melibatkan Pakistan, Harop diyakini menjadi senjata strategis yang digunakan India untuk menargetkan fasilitas pertahanan Pakistan atau titik-titik intelijen yang penting.
Pesawat Drone ini dilengkapi dengan sistem elektro-optik dan pencitraan inframerah yang memungkinkannya untuk beroperasi siang dan malam. Kemampuan identifikasi target secara otomatis melalui signature elektronik membuat Harop efektif dalam menembus wilayah yang memiliki sistem pertahanan udara kuat, seperti Pakistan.
IAI Searcher: Mata-Mata di Langit
Pesawat Drone lain yang diduga terlibat dalam misi India adalah IAI Searcher, sebuah UAV pengintai taktis buatan Israel yang telah digunakan India sejak awal 2000-an. Searcher II memiliki berat lepas landas maksimum sekitar 436 kg dan mampu terbang selama 18 jam tanpa henti pada ketinggian maksimum sekitar 6.100 meter.
Pesawat Drone ini dilengkapi dengan sistem elektro-optik, inframerah, serta komunikasi real-time yang memungkinkannya mengirimkan data intelijen secara langsung ke pos komando. Dengan kecepatan jelajah 150 km/jam dan jangkauan operasional hingga 300 km, drone ini cocok untuk misi pengawasan perbatasan yang panjang dan berisiko.
Walaupun tidak bersenjata, peran Searcher sangat penting dalam membantu drone kamikaze seperti Harop untuk menemukan target secara akurat. Ia berfungsi sebagai “mata dan telinga” militer India di garis depan, yang kemudian mengarahkan senjata yang lebih mematikan untuk menyerang.
Jika Searcher benar-benar termasuk di antara Pesawat Drone yang ditembak jatuh oleh Pakistan, maka hal ini menunjukkan bahwa misi India memang berpotensi bersifat ofensif dan bukan sekadar pengintaian.
Drone Tempur Buatan Dalam Negeri: Rustom dan Netra
India juga telah mengembangkan drone tempur buatan dalam negeri, seperti Rustom dan Netra, yang meskipun belum sebanyak digunakan di garis depan seperti drone buatan Israel, tetap menjadi bagian penting dalam inventaris UAV militer India.
Rustom merupakan Pesawat Drone medium-altitude long-endurance (MALE) yang dikembangkan oleh Defence Research and Development Organisation (DRDO). Ia memiliki desain mirip pesawat kecil dan mampu membawa berbagai muatan termasuk kamera pengintai dan, di masa depan, persenjataan.
Sedangkan Netra adalah Pesawat Drone kecil quadcopter yang digunakan untuk pengintaian jarak pendek, sangat cocok dalam konteks operasi perkotaan atau pengintaian titik tertentu di wilayah perbatasan.
Keberadaan drone-drone ini, meskipun tidak disebut secara eksplisit dalam laporan resmi Pakistan, bisa saja turut mendukung operasi yang lebih besar secara sistemik, seperti transmisi data, navigasi, dan penyergapan.
Sistem Pertahanan Udara Pakistan dan Keberhasilan Intersepsi
Kemampuan Pakistan untuk mendeteksi dan menembak jatuh sebanyak itu dalam waktu singkat menjadi sorotan. Hal ini menandakan bahwa militer Pakistan telah memiliki sistem pertahanan udara yang cukup efektif dalam menangkal ancaman UAV.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa sistem radar dan rudal jarak pendek seperti LY-80 (buatan China) serta sistem jamming elektronik telah digunakan untuk melumpuhkan Pesawat Drone.
LY-80 merupakan sistem rudal permukaan-ke-udara jarak menengah yang mampu menargetkan UAV di ketinggian menengah dan rendah dengan presisi tinggi.
Selain itu, Pakistan juga memiliki pengalaman dalam menggunakan sistem elektronik untuk mengacaukan komunikasi antara drone dan operatornya. Teknik ini disebut sebagai electronic warfare (EW), yang melibatkan sinyal radio, GPS spoofing, dan interferensi lainnya yang dapat memutus kendali drone dan menyebabkan ia jatuh atau kembali ke pangkalan tanpa menyelesaikan misi.
Dampak Operasional dan Politik dari Insiden Ini
Insiden penembakan Pesawat Drone ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap strategi militer India serta kesiapan teknologi UAV-nya menghadapi medan perang yang kompleks seperti perbatasan dengan Pakistan.
Ketergantungan India terhadap teknologi asing, terutama dari Israel dan Amerika Serikat, juga menjadi sorotan. Di sisi lain, Pakistan memperoleh keuntungan moral dan militer dari keberhasilan ini, yang tentunya memperkuat posisinya dalam negosiasi dan diplomasi internasional.
Secara politik, pemerintah Pakistan mengangkat insiden ini ke forum internasional sebagai pelanggaran serius atas kedaulatan udara. Sementara itu, India mengklaim bahwa operasi drone-nya dilakukan untuk memantau aktivitas militan di dekat wilayah perbatasan dan tidak memiliki niatan menyerang fasilitas sipil atau militer Pakistan. Namun, jatuhnya drone-drone dengan kemampuan ofensif seperti Harop sulit untuk dibenarkan hanya sebagai patroli pengintaian.
Respons Internasional terhadap Ketegangan Teknologi Pesawat Drone
Dunia internasional merespons dengan keprihatinan. Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara Eropa mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri, terutama dalam penggunaan teknologi militer canggih seperti Pesawat Drone , yang berpotensi mempercepat eskalasi konflik.
Penggunaan Pesawat Drone dalam misi yang melintasi perbatasan negara dianggap sebagai tindakan provokatif dan dapat membahayakan stabilitas kawasan Asia Selatan yang telah lama berada dalam situasi rapuh.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyerukan penyelidikan terhadap insiden tersebut guna menghindari kesalahan informasi dan menilai potensi pelanggaran hukum internasional.
Masa Depan Penggunaan Drone di Asia Selatan
Penggunaan Pesawat Drone dalam konflik India-Pakistan diperkirakan akan terus meningkat, seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan militer untuk meminimalkan risiko bagi personel.
Namun, insiden seperti ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap UAV harus diimbangi dengan sistem keamanan siber dan navigasi yang kuat. Jika tidak, drone yang seharusnya menjadi kekuatan strategis malah bisa berubah menjadi kelemahan operasional.
India kini dihadapkan pada dilema antara melanjutkan investasi pada Pesawat Drone luar negeri atau memperkuat industri pertahanan dalam negeri. Di sisi lain, Pakistan menunjukkan bahwa dengan investasi sistem pertahanan udara dan kemampuan perang elektronik yang canggih, mereka mampu mengimbangi bahkan menahan laju UAV dari negara tetangga yang lebih besar.
Kesimpulan: Teknologi Canggih, Tantangan Baru
Insiden jatuhnya drone militer India oleh sistem pertahanan udara Pakistan bukan hanya mencerminkan konflik militer biasa, melainkan membuka babak baru dalam penggunaan teknologi militer di kawasan Asia Selatan.
Dengan kemampuan tempur dan pengintaian yang tinggi, drone-drone seperti Harop dan Searcher telah menjadi ujung tombak dalam operasi militer modern.
Namun, insiden ini juga menjadi pengingat bahwa teknologi canggih tidak menjamin kemenangan di medan perang, terlebih jika sistem pertahanan lawan mampu beradaptasi dengan cepat.
Ketegangan yang dihasilkan dari operasi Pesawat Drone lintas batas ini perlu segera disikapi dengan kebijakan yang bijak dan diplomasi yang kuat, agar teknologi tidak menjadi pemicu perang yang lebih besar di masa depan.
Original Post By roperzh