Menyajikan Berita dan Analisis Terdepan dalam Dunia Teknologi dan Media

Teknologi Pengolahan Minyak Jelantah Menjadi SAF

SAF

Minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) merupakan limbah rumah tangga maupun industri yang jumlahnya sangat besar di seluruh dunia. Di Indonesia saja, diperkirakan lebih dari 3 juta ton minyak goreng bekas dihasilkan setiap tahun. Selama ini, sebagian besar minyak jelantah tidak dikelola dengan baik.

Ia dibuang ke saluran air, mencemari lingkungan, atau bahkan digunakan kembali secara ilegal dalam industri makanan, yang jelas berbahaya bagi kesehatan. Namun, perkembangan teknologi energi terbarukan membuka peluang baru bagi pemanfaatan minyak jelantah. Salah satu terobosan terbesar adalah menjadikannya sebagai bahan bakar alternatif untuk pesawat terbang, yang dikenal dengan istilah Sustainable Aviation Fuel (SAF).

Perkembangan ini penting karena sektor penerbangan merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Menurut data International Air Transport Association (IATA), industri penerbangan menyumbang sekitar 2-3% emisi CO₂ global, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring bertambahnya permintaan perjalanan udara. Oleh sebab itu, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar pesawat tidak hanya menjadi solusi limbah, tetapi juga langkah strategis menuju penerbangan berkelanjutan.

Konsep Sustainable Aviation Fuel (SAF)

SAF adalah bahan bakar penerbangan yang berasal dari sumber terbarukan atau limbah, yang dapat digunakan sebagai pengganti atau campuran dengan bahan bakar jet konvensional (Jet A-1) tanpa perlu modifikasi mesin pesawat. Salah satu bahan baku paling potensial adalah minyak jelantah, karena ketersediaannya yang melimpah, harganya murah, serta sifat kimiawinya yang memungkinkan diolah menjadi hidrokarbon cair yang sesuai standar penerbangan.

SAF dari minyak jelantah memiliki keunggulan signifikan:

  • Mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 80% dibandingkan bahan bakar fosil.

  • Dapat langsung digunakan pada mesin pesawat yang ada (drop-in fuel).

  • Mengurangi ketergantungan pada minyak bumi.

  • Memanfaatkan limbah yang selama ini tidak bernilai.

Teknologi Pengolahan Minyak Jelantah

Proses mengubah minyak jelantah menjadi SAF melibatkan beberapa tahapan teknologi kimia yang kompleks. Secara garis besar, ada dua pendekatan utama:

1. Transesterifikasi (untuk biodiesel biasa)

Metode ini umum digunakan dalam produksi biodiesel dari minyak nabati atau jelantah. Namun, hasilnya lebih cocok untuk kendaraan darat, bukan pesawat, karena sifat fisik dan kimia biodiesel berbeda dengan Jet A-1.

2. Hydroprocessed Esters and Fatty Acids (HEFA)

Metode HEFA adalah teknologi paling umum untuk menghasilkan SAF dari minyak jelantah. Tahapannya meliputi:

  • Pretreatment: Minyak jelantah dibersihkan dari air, kotoran, dan sisa makanan.

  • Hydrotreating: Minyak direaksikan dengan hidrogen pada suhu dan tekanan tinggi untuk menghilangkan oksigen, sulfur, dan nitrogen.

  • Hydrocracking: Molekul panjang asam lemak dipecah menjadi hidrokarbon rantai menengah.

  • Isomerisasi: Struktur hidrokarbon diubah untuk meningkatkan kestabilan dan performa pada suhu rendah.

  • Distilasi: Hasil akhir dipisahkan menjadi fraksi bahan bakar jet yang sesuai spesifikasi ASTM D7566 (standar internasional untuk SAF).

Teknologi HEFA menghasilkan bahan bakar dengan sifat hampir identik dengan Jet A-1, sehingga bisa langsung digunakan pada pesawat komersial.

Keunggulan SAF dari Minyak Jelantah

  1. Ramah lingkungan: Mengurangi emisi CO₂, sulfur, dan partikel.

  2. Ekonomis: Menggunakan limbah murah yang sebelumnya tidak bernilai.

  3. Skalabilitas: Ketersediaan minyak jelantah sangat besar, terutama di negara dengan konsumsi minyak goreng tinggi seperti Indonesia, Malaysia, dan Tiongkok.

  4. Kesiapan teknologi: Proses HEFA sudah dikomersialisasi oleh beberapa perusahaan energi besar.

  5. Diterima global: SAF dari minyak jelantah telah digunakan oleh maskapai besar seperti KLM, Lufthansa, dan United Airlines.

Tantangan Produksi SAF dari Minyak Jelantah

Walaupun menjanjikan, ada beberapa kendala besar yang harus diatasi:

  • Ketersediaan bahan baku: Meski jumlah minyak jelantah banyak, proses pengumpulannya tidak terorganisir dengan baik. Banyak minyak jelantah terbuang percuma.

  • Biaya produksi tinggi: Teknologi HEFA memerlukan katalis khusus, suhu tinggi, dan hidrogen, sehingga lebih mahal dibanding bahan bakar fosil.

  • Persaingan dengan industri lain: Minyak jelantah juga diminati sebagai bahan baku biodiesel, sabun, atau industri kimia.

  • Infrastruktur distribusi: SAF masih belum tersedia secara luas di semua bandara.

  • Regulasi dan sertifikasi: Proses sertifikasi SAF sangat ketat karena menyangkut keselamatan penerbangan.

Peran Minyak Jelantah di Indonesia

Indonesia sebagai salah satu produsen minyak goreng terbesar dunia memiliki potensi luar biasa untuk memproduksi SAF dari minyak jelantah. Saat ini, sebagian besar minyak jelantah tidak dikelola dengan baik, padahal jika dikumpulkan secara nasional, bisa menjadi sumber energi alternatif besar.

Beberapa inisiatif sudah mulai berjalan:

  • Program pengumpulan minyak jelantah rumah tangga di beberapa kota besar.

  • Riset perguruan tinggi mengenai konversi UCO menjadi bioavtur.

  • Kerja sama dengan maskapai nasional untuk uji coba.

Jika dimanfaatkan optimal, Indonesia bisa menjadi eksportir SAF berbasis minyak jelantah, selain sebagai produsen CPO (crude palm oil) yang selama ini dipakai untuk biodiesel.

Dampak Lingkungan dan Ekonomi

Pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar pesawat memberikan multidampak positif:

  1. Lingkungan

    • Mengurangi pencemaran air dan tanah akibat pembuangan minyak jelantah sembarangan.

    • Menekan emisi gas rumah kaca.

    • Mendukung transisi energi hijau dan target Net Zero Emission 2060 Indonesia.

  2. Ekonomi

    • Membuka lapangan kerja baru di sektor pengumpulan dan pengolahan minyak jelantah.

    • Mengurangi impor bahan bakar fosil.

    • Memberikan nilai tambah pada limbah rumah tangga.

    • Meningkatkan daya saing Indonesia di pasar energi hijau global.

  3. Sosial

    • Edukasi masyarakat agar tidak menggunakan minyak jelantah berulang kali untuk makanan.

    • Membentuk kebiasaan baru dalam pengelolaan limbah.

Penerapan di Dunia Penerbangan

Sejumlah maskapai dunia sudah melakukan penerbangan komersial dengan SAF berbasis minyak jelantah. Misalnya:

  • KLM Royal Dutch Airlines: Menggunakan SAF campuran dari minyak jelantah dalam rute Amsterdam – Los Angeles.

  • United Airlines: Menerbangkan pesawat penumpang pertama dengan 100% SAF pada salah satu mesinnya tahun 2021.

  • Singapore Airlines: Bekerja sama dengan Neste untuk menggunakan SAF berbasis minyak jelantah.

Keberhasilan ini menunjukkan bahwa teknologi SAF bukan sekadar teori, melainkan sudah diaplikasikan dalam skala nyata.

Prospek Masa Depan

Permintaan SAF global diprediksi akan melonjak pesat. IATA menargetkan industri penerbangan mencapai net-zero emission pada tahun 2050, dan SAF akan menyumbang 65% dari upaya pengurangan emisi tersebut. Dengan ketersediaan minyak jelantah yang melimpah, negara seperti Indonesia berpotensi menjadi pemasok utama SAF dunia.

Namun, untuk mencapai hal tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis:

  • Regulasi nasional yang mewajibkan pengumpulan minyak jelantah.

  • Insentif fiskal bagi industri SAF.

  • Investasi infrastruktur kilang HEFA di dalam negeri.

  • Kerja sama internasional dengan maskapai global dan perusahaan energi.

Kesimpulan

Teknologi pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar pesawat merupakan terobosan penting dalam mewujudkan penerbangan berkelanjutan. Dengan metode HEFA, minyak jelantah dapat diubah menjadi Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang aman digunakan pada mesin pesawat tanpa modifikasi. Walaupun tantangan produksi, regulasi, dan biaya masih besar, potensi manfaatnya bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial sangat signifikan.

Indonesia, dengan produksi minyak goreng yang tinggi, memiliki peluang emas untuk menjadi salah satu pemain utama dalam industri SAF global. Dengan dukungan riset, regulasi, dan kolaborasi internasional, minyak jelantah yang dulu dianggap sampah dapat menjadi energi masa depan penerbangan hijau.

Original Post By roperzh