Menyajikan Berita dan Analisis Terdepan dalam Dunia Teknologi dan Media

Yuk Ulas Sistem Teknologi Split Bill

Split Bill

Perkembangan teknologi finansial dalam dua dekade terakhir telah mengubah cara manusia mengelola uang, termasuk dalam aktivitas sehari-hari yang paling sederhana, seperti membayar makanan bersama atau membagi ongkos liburan.

Salah satu inovasi paling praktis yang muncul dari tren ini adalah teknologi split bill atau fitur pembagian tagihan. Dengan hanya beberapa sentuhan di layar ponsel, pengguna dapat membagi total tagihan kepada semua orang yang terlibat dalam satu transaksi, lengkap dengan notifikasi otomatis, rincian pembayaran, dan terkadang langsung terhubung ke layanan dompet digital atau rekening bank.

Fitur ini pernah menjadi simbol utama dari gaya hidup kolektif kaum milenial dan Gen Z yang sangat terbiasa dengan konsep berbagi.

Namun, pada 2025, beberapa perusahaan teknologi mulai menutup layanan split bill mereka. Beberapa di antaranya bahkan secara mengejutkan menghapus fitur ini tanpa penjelasan panjang.

Penutupan ini tidak hanya membuat pengguna kecewa, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang arah masa depan teknologi keuangan mikro. Apakah ini pertanda bahwa era layanan praktis telah berakhir? Atau justru awal dari transformasi besar dalam teknologi finansial?

Apa Itu Teknologi Split Bill?

Teknologi split bill adalah sistem digital yang memungkinkan pembagian tagihan secara otomatis dan adil antara beberapa orang. Teknologi ini biasanya tersedia dalam bentuk fitur di aplikasi keuangan, perbankan digital, atau platform komunikasi yang memiliki elemen pembayaran.

Contoh paling populer dari fitur ini ditemukan pada aplikasi LINE dengan Line Split Bill, di aplikasi seperti Splitwise, Venmo, hingga dompet digital seperti Dana dan GoPay yang sempat mengembangkan fitur serupa.

Fitur ini sangat bermanfaat dalam aktivitas sosial—dari makan malam bersama teman, berbagi ongkos transportasi, hingga urusan administratif di komunitas.

Teknologi ini mendeteksi nominal total, membaginya ke sejumlah pihak yang ditentukan, dan memberi tahu siapa membayar apa. Dalam versi lanjutan, sistem bahkan bisa menyesuaikan pembagian sesuai porsi masing-masing, atau menggabungkan beberapa transaksi sekaligus. Semua berjalan tanpa kalkulator, tanpa ribet, dan tanpa drama “siapa bayar siapa”.

Alasan Penutupan: Strategi Bisnis atau Efisiensi Teknologi?

Meskipun teknologi ini tampak praktis dan populer, beberapa perusahaan telah memutuskan untuk menghentikan layanan split bill. Alasan yang disampaikan beragam. Salah satunya adalah efisiensi operasional.

Menyediakan layanan pembagian tagihan membutuhkan pengelolaan data yang presisi, pengamanan transaksi, serta dukungan teknis yang tidak sedikit. Dalam kondisi bisnis yang semakin kompetitif, tidak semua perusahaan memiliki sumber daya untuk mempertahankan fitur yang margin keuntungannya rendah.

Selain itu, beberapa perusahaan teknologi mulai menyederhanakan aplikasi mereka. Strategi feature slimming atau pengurangan fitur digunakan untuk meningkatkan performa aplikasi, mengurangi kompleksitas pemrograman, dan mempercepat pembaruan sistem.

Dalam proses ini, fitur-fitur yang tidak dianggap sebagai “core business” akhirnya dikorbankan. Sayangnya, split bill termasuk salah satunya.

Faktor regulasi dan keamanan data juga turut menjadi alasan. Karena split bill menyangkut informasi keuangan pribadi dan transaksi antarindividu, fitur ini harus mengikuti aturan privasi data yang ketat, terutama di kawasan Uni Eropa (GDPR) dan Asia Tenggara. Beban kepatuhan tersebut dianggap terlalu berat jika fitur tidak menghasilkan nilai ekonomi signifikan.

Reaksi Pengguna: Antara Kekecewaan dan Adaptasi

Kabar mengenai dihentikannya teknologi split bill disambut dengan beragam reaksi dari masyarakat pengguna. Di media sosial, banyak pengguna yang menyatakan rasa frustrasi karena harus kembali ke cara lama—menghitung manual dan meminta pembayaran lewat transfer satu per satu. Beberapa menyebut keputusan ini sebagai “langkah mundur” dalam revolusi digital yang seharusnya terus membuat hidup lebih mudah.

Namun, ada juga pengguna yang cukup fleksibel. Mereka mulai menggunakan alternatif seperti Google Sheets, aplikasi keuangan mandiri, atau aplikasi perbankan yang masih menawarkan fitur serupa.

Komunitas digital bahkan mulai membuat template pembagian tagihan sederhana dalam format Excel dan membagikannya secara gratis. Ini membuktikan bahwa kebutuhan akan pembagian tagihan secara adil tetap tinggi, meski infrastrukturnya telah berubah.

Implikasi terhadap Keuangan Sosial

Teknologi split bill lebih dari sekadar fitur praktis. Ia merepresentasikan nilai-nilai sosial yang berkembang di masyarakat modern: transparansi, keadilan, dan kerja sama. Dengan adanya fitur ini, tidak ada lagi drama soal siapa yang bayar lebih atau siapa yang belum patungan.

Fitur ini turut membentuk budaya saling percaya dan menghormati urusan keuangan orang lain, yang pada akhirnya berdampak pada hubungan sosial secara keseluruhan.

Oleh karena itu, penutupan teknologi ini bukan sekadar kehilangan fungsi. Ia bisa menggeser perilaku sosial dan finansial banyak orang. Kemungkinan muncul lagi fenomena “orang yang pura-pura lupa bayar”, atau munculnya perdebatan soal rincian pembayaran dalam grup. Hal-hal ini dulunya bisa diselesaikan dengan fitur split bill, namun kini harus ditangani secara manual kembali.

Alternatif Teknologi yang Tersisa

Walaupun beberapa platform menutup layanan ini, masih banyak aplikasi lain yang menyediakan alternatif. Aplikasi Splitwise menjadi yang paling banyak digunakan di dunia internasional. Aplikasi ini bahkan memiliki fitur canggih seperti penggabungan utang, analisis historis pengeluaran, hingga fitur “settle up” langsung via PayPal atau Venmo.

Di Indonesia, bank digital seperti Jago, Blu, dan TMRW menyediakan fitur shared pocket atau dompet bersama, yang meskipun berbeda dengan split bill, namun masih memungkinkan pengelolaan pengeluaran kolektif secara transparan.

Aplikasi dompet digital seperti GoPay dan OVO juga sesekali menambahkan fitur pembagian tagihan meski dalam versi terbatas dan eksperimental.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa belum ada satu aplikasi pun yang bisa menyamai kemudahan split bill yang terintegrasi langsung dalam ruang percakapan seperti yang dahulu ditawarkan LINE atau KakaoTalk. Kombinasi antara komunikasi dan keuangan dalam satu aplikasi adalah inovasi yang belum sepenuhnya tergantikan.

Potensi Kolaborasi Lintas Platform

Penutupan teknologi split bill sebenarnya membuka peluang baru: kolaborasi lintas platform. Ke depannya, bukan tidak mungkin aplikasi chatting seperti WhatsApp, Telegram, atau bahkan Instagram akan bekerja sama dengan layanan keuangan untuk menghadirkan kembali fitur ini dalam bentuk lebih kuat dan aman.

Contohnya, WhatsApp Pay yang mulai diuji di India memungkinkan transaksi antar pengguna langsung di ruang obrolan. Fitur pembagian tagihan bisa menjadi pengembangan berikutnya.

Demikian pula, layanan seperti Google Pay dan Apple Wallet bisa mengintegrasikan sistem pembagian otomatis yang terhubung dengan kontak pengguna. Model semacam ini akan memanfaatkan data kontak, kecerdasan buatan, dan dompet digital dalam satu ekosistem—jauh lebih efisien dan luas jangkauannya dibanding split bill tradisional.

Tantangan dari Perspektif Developer

Bagi pengembang aplikasi, fitur split bill bukanlah fitur ringan. Ia memerlukan sistem kalkulasi real-time, integrasi API dompet digital, sistem notifikasi yang akurat, hingga keamanan berlapis karena menyangkut transaksi keuangan.

Selain itu, fitur ini harus bekerja sempurna di berbagai skenario: apakah pengguna keluar dari grup, apakah ada yang tidak membayar, apakah transaksi dibatalkan, dan sebagainya.

Maintenance dan debugging dari sistem seperti ini sangat kompleks. Apalagi jika fitur tidak menghasilkan pendapatan secara langsung. Tanpa monetisasi yang jelas—seperti biaya admin atau premium membership—banyak perusahaan teknologi memilih mengalihkan sumber daya teknis ke fitur lain yang lebih “menguntungkan” secara ekonomi, meskipun tidak sepopuler split bill.

Ekosistem Keuangan Mikro yang Terancam

Dengan dihapusnya fitur ini, ekosistem keuangan mikro menjadi sedikit terganggu. Split bill termasuk dalam bagian dari layanan “micro-fintech”—yaitu teknologi finansial untuk kebutuhan kecil namun penting.

Teknologi semacam ini membantu aktivitas harian masyarakat kelas menengah ke bawah, pelajar, dan komunitas hobi. Jika tidak ada dukungan dari pengembang besar, maka kebutuhan ini berpotensi tidak terlayani, atau hanya bisa diisi oleh pihak ketiga dengan kualitas tidak merata.

Tanpa regulasi dan standarisasi dari industri besar, banyak layanan keuangan mikro menjadi rentan terhadap risiko keamanan, penipuan, hingga manipulasi data.

Oleh karena itu, penutupan teknologi split bill harus disikapi serius oleh para pelaku industri keuangan digital, bukan hanya sebagai kehilangan fitur kecil, tetapi sebagai peringatan bahwa kebutuhan dasar masyarakat digital tidak boleh diabaikan.

Masa Depan: Split Bill Berbasis AI dan Blockchain?

Meskipun saat ini terjadi penutupan, teknologi split bill masih punya masa depan. Dengan munculnya teknologi seperti AI (Artificial Intelligence) dan blockchain, fitur pembagian tagihan bisa dihidupkan kembali dalam bentuk lebih maju.

Misalnya, AI bisa digunakan untuk mendeteksi konteks transaksi melalui percakapan, dan secara otomatis menawarkan fitur split. Sementara blockchain bisa digunakan untuk menjamin transparansi dan keamanan dalam setiap pembagian uang, terutama dalam grup besar.

Bayangkan grup traveling ke luar negeri, di mana sistem AI mengenali total biaya hotel, makan, dan transportasi, lalu membaginya secara otomatis ke dompet kripto masing-masing anggota, lengkap dengan smart contract yang memastikan tidak ada satu pun yang bisa “kabur”. Model ini jauh lebih kompleks namun menawarkan keandalan jangka panjang.

Penutup: Apakah Ini Akhir dari Kenyamanan Finansial Sosial?

Penutupan teknologi split bill memang mengecewakan banyak pihak. Namun, dalam dunia teknologi yang bergerak cepat, sebuah akhir seringkali hanya menjadi permulaan dari inovasi baru.

Kebutuhan untuk membagi tagihan secara adil dan praktis tetap tinggi. Maka, walaupun fitur yang kita kenal kini telah tiada, bukan tidak mungkin teknologi yang lebih canggih akan hadir dalam waktu dekat untuk menggantikannya—dengan keamanan lebih baik, integrasi lebih luas, dan otomatisasi lebih cerdas.

Untuk saat ini, masyarakat harus beradaptasi. Namun untuk masa depan, para pengembang, startup, dan raksasa teknologi dihadapkan pada peluang besar: menghidupkan kembali kenyamanan finansial sosial yang sempat hilang, dan membawa teknologi split bill menuju level selanjutnya.

Original Post By roperzh